MENGENAL PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN (SEBUAH TINJAUAN KONSEP)

OLEH: ANTON BUDHI NUGROHO, SE, MM, MES, CSA, CEA, CCAE, CEMB

(0822 849 42665)

7E78B6D5

Definisi partisipasi masyarakat

Secara etimologis, istilah partisipasi berasal dari bahasa latin “pars” yang artinya bagian, berarti mengambil bagian atau dapat juga disebut “peran serta” atau “keikutsertaan”. Jadi partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan secara sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri. “Partisipasi” adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap kesalinghubungan di antara stakeholders yang berbeda dalam masyarakat, yaitu antara kelompok-kelompok sosial dan komunitas dengan pengambil kebijakan dan lembaga-lembaga jasa lain. Secara sederhana, “partisipasi” dapat dimaknai sebagai “the act of taking part or sharing in something”. Dua kata yang dekat dengan konsep “partisipasi” adalah “engagement” dan “involvement”.

Adisasmita (2006) menyatakan bahwa partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan. Keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek pembangunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal yang merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat secara aktif yang berorientasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat yang efektif dan efisien baik dari aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, data, recana dan teknologi), dari aspek proses (pelaksanaan, monitoring dan pengawasan), dari aspek keluaran atau output (pencapaian sasaran efektif dan efisien). Berdasarkan definisi tersebut, Ndraha (1994) menyimpulkan terdapat tiga unsur penting dari partisipasi, yaitu 1) participation means mental and emotional involvement, 2) motivates persons to contribute to the situation, dan 3) encourage people to accept responsibility ini activity. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikemukakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan dan atau keikutsertaan masyarakat secara sadar dalam proses pembangunan dalam rangka mencapai suatu kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.

Pentingnya partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan salah satu elemen yang krusial dan mutlak diperlukan dalam rangka pembangunan, terlebih jika dikaitkan dengan pergeseran paradigma pembangunan yang kini telah menempatkan manusia dan masyarakat sebagai sentral dalam pembangunan yang tidak hanya memandang masyarakat sebagai objek yang dibangun tetapi sebagai subjek dari pembangunan itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Conyers (1982) terdapat tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat menjadi sangat penting, yaitu 1) partisipasi masyarakat merupakan suatu alat ukur untuk memperoleh informasi mengenai kondisi, dan kebutuhan masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, yaitu bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui perihal proyek tersebut. Ketiga, adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat itu sendiri (lihat Supriatna, 2000).

Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat

Ndraha (1994) mengemukakan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu sebagai berikut.

  1. Partisipasi melalui kontak dengan pihak lain.
  2. Partisipasi dalam memperhatikan atau menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi.
  3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan.
  4. Partisipasi dalam pelaksanaan organisasional pembangunan.
  5. Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan.
  6. Partisipasi dalam menilai pembangunan.

Cohen dan Uphoff (1977) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terdiri dari 1) participation in decision making, 2) participation in implementation, 3) participation in benefits dan 4) participation in evaluation. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penerimaan, pemanfaatan dan pemeliharaan, pengembangan hasil pembangunan serta pengawasan dan penilaian terhadap hasil pembangunan.

Dimensi-dimensi partisipasi masyarakat

  1. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan.            

Partisipasi dalam perencanaan pembangunan merupakan suatu komponen yang sangat penting bagi keberhasilan proyek-proyek pembangunan. Partisipasi dalam perencanaan program-program pembangunan dapat mengembangkan kemandirian yang dibutuhkan oleh para anggota masyarakat pedesaan demi akselerasi pembangunan (lihat Ndraha, 1994). Korten (1981) menyatakan bahwa masyarakat penerima program perlu dilibatkan dalam identifikasi masalah pembangunan dan dalam proses perencanaan program pembangunan (lihat Supriatna, 2000). Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat perlu terlibat atau dilibatkan secara aktif sejak tahap perencanaan pembangunan sehingga pada tahapan selanjutnya diharapkan akan tetap ada partisipasi masyarakat. Indikator dalam rangka mengukur dimensi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan khususnya dalam perencanaan program pembangunan dapat dilihat melalui 5 indikator sebagai berikut, 1) keterlibatan dalam rapat atau musyawarah, 2) kesediaan dalam memberikan data dan informasi, 3) keterlibatan dalam penyusunan rancangan rencana pembangunan, 4) keterlibatan dalam penentuan skala prioritas kebutuhan dan 5) keterlibatan dalam pengambilan keputusan.

  1. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan.

Mengenai partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, Cohen dan Uphoff (1977) menyatakan bahwa partisipasi dalam pembangunan meliputi 1) partisipasi dalam sumber daya, 2) partisipasi dalam administrasi dan koordinasi, dan 3) partisipasi dalam pendaftaran program. Dikemukakan lebih lanjut oleh Ndraha (1994) bahwa partisipasi dalam pelaksanaan meliputi 1) mengarahkan daya dan dana, 2) administrasi dan koordinasi, dan 3) penjabaran dalam program. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam rangka mengukur dimensi keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan ditetapkan 4 indikator meliputi, 1) keaktifan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, 2) kesediaan memberikan sumbangan berupa pikiran, keahlian dan ketrampilan, 3) kesediaan memberikan sumbangan berupa uang, materi dan bahan-bahan, dan 4) tanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan.

  1. Keterlibatan dalam penerimaan dan pemanfaatan hasil.

Cohen dan Uphoff (1977) menyatakan bahwa partisipasi dalam penerimaan dan pemanfaatan hasil pembangunan dapat dibedakan menjadi, pertama, manfaat material seperti peningkatan pendapatan atau aset lain yang penting bagi kepentingan pribadi. Kedua, manfaat sosial, pendidikan, kesehatan dan jasa-jasa lain. Ketiga, manfaat individual seperti pengembangan diri, kekuasaan politik, dan kepercayaan umum bahwa seseorang mulai dapat mengendalikan kuasanya. Keempat, konsekuensi yang diharapkan. Ndraha (1989) menyatakan bahwa partisipasi dalam menerima hasil pembangunan berarti 1) menerima setiap hasil pembangunan seolah-olah milik sendiri, 2) menggunakan, memanfaatkan setiap hasil pembangunan, 3) mengusahakan (menjadikan suatu lapangan usaha dan mengeksploitasikannya) misalnya pembangkit tenaga listrik, perusahaan desa dan sebagainya, 4) memelihara secara rutin dan sistematis, tidak dibiarkan rusak dengan anggapan bahwa kelak ada bantuan pemerintah untuk pembangunan baru, 5) mengatur penggunaan dan pemanfaatannya, pengusahaan dan pengamanannya. Berdasarkan uraian tersebut, maka indikator dari dimensi keterlibatan dalam menerima, memanfaatkan dan memelihara serta mengembangkan hasil-hasil pembangunan meliputi, 1) pemahaman tentang hakikat pembangunan, 2) kesediaan dalam menerima dan memanfaatkan hasil pembangunan, 3) kesediaan dalam melestarikan hasil-hasil pembangunan, 4) kesediaan dalam mengembangkan hasil pembangunan.

  1. Keterlibatan dalam pengawasan dan penilaian hasil.                      

Setiap usaha pembangunan yang dilaksanakan tentunya memerlukan suatu pengawasan sehingga pelaksanaan kegiatan pembangunan tersebut dapat sesuai dengan rencana yang ditetapkan sebelumnya dan bila terjadi penyimpangan segera diperbaiki. Dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat dalam mengawasi pembangunan, Kartasasmita (1997) menyatakan bahwa “tanpa pengawasan dan pengendalian, apa yang direncanakan dan dilaksanakan dapat menuju ke arah yang bertentangan dengan tujuan yang telah digariskan”. Hal ini menunjukan bahwa pengawasan masyarakat dalam pembangunan mutlak dilakukan sehingga selain apa yang dikerjakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan, juga untuk menjamin agar hasil pembangunan, baik fisik maupun non fisik mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Ndraha (1989) mengatakan bahwa agar pengawasan dapat berlangsung, diperlukan beberapa syarat atau kondisi, yaitu, 1) adanya norma, aturan dan standar yang jelas, 2) adanya usaha pemantauan kegiatan yang diatur dengan norma atau aturan tersebut, 3) adanya informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan tersedia pada waktunya, tentang kegiatan dan hasil kegiatan yang dimaksud, 4) adanya evaluasi kegiatan, yaitu sebagai pembanding antara norma dengan informasi, 5) adanya keputusan guna menetapkan hasil evalusasi tersebut, 6) adanya tindakan pelaksanaan keputusan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam rangka mengukur dimensi keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pembangunan ditetapkan 7 indikator yang meliputi, 1) adanya norma atau aturan standar, 2) adanya kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan, 3) keaktifan dalam melakukan pengawasan, 4) dampak pendapatan negara dan daerah, 5) dampak terhadap penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, 6) dampak terhadap pengembangan sektor lain, 7) pemberian saran dan kritik dari masyarakat.

Referensi:

Adisasmita, Rahardjo, 2006, Membangun Desa Partisipatif, Graha Ilmu: Yogyakarta.

Cohen, JM, dan N.T. Uphoff, 1977, Rural Development Participation, Cornell University RDCCIS: New York.

Conyers, Diana, 1982, An Introduction to Social Planning in The Third World, John Willey and Son’s: New York.

Kartasasmita, Ginanjar, 1997, Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Pustaka Cidessindo: Jakarta.

Korten, David, 1981, Bureaucracy and The Poor: Closing The Gab, Mc Graw Hill: New York.

Ndraha, Taliziduhu, 1989, Konsep Administrasi dan Administrasi di Indonesia, Bina Aksara: Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu, 1994, Manajemen Pemerintahan, Pembangunan dan Pembinaan Masyarakat (MP3M) di Lingkungan Departemen Dalam Negeri, IIP: Jakarta.

Supriatna, Tjahya, 2000, Birokrasi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan, Humaniora: Bandung.

 

Tinggalkan komentar